InsightOpini

Gak Perlu Jadi Spesial, Ini Cara Menjadi Biasa Saja yang Bikin Hidupmu Luar Biasa

Orang sering terpancing untuk menjadi seorang yang spesial. Menurut Mark, itulah dorongan ego.

I Am A Special One

Opini, Bericuan.id – Bagi yang suka sepakbola, kalimat ini terasa familiar? Yap, bener, ini adalah ucapan Jose Mourinho, pelatih asal Portugal, saat pertama datang ke Premier League. Bukan tanpa alasan, karena sepertinya dia memang berhak mengklaim itu. Juara Eropa bersama team Porto, yang tidak banyak bintang.

Di tahun-tahun berikutnya, Mourinho juga mencetak banyak prestasi spesial. Termasuk juara UCL di 2 liga berbeda, dan selalu juara di team manapun yang ditanganinya. Kecuali Spurs. Kecuali juga Fenerbahce (masih berlangsung). Ada 2 kecuali ternyata.

Ternyata, Mourinho juga beberapa kali mengalami pemecatan. Di Chelsea, di Madrid, di MU, di Spurs, di AS Roma. Banyak juga ya. Belakangan di liga Turkiye juga sering kalah. Alhasil banyak yang menyebut dia udah enggak spesial lagi. Dulu, saya sangat mengidolakannya. Enggak salah sih mengidolakan orang yang dianggap spesial. Tapi kini, kespesialannya telah menjadi biasa. Average. Walau ga sampai medioker, tapi average. Anyway, bukan sepakbola ini yang lagi mau dibahas.

Saya lagi baca buku “The Subtle Art of Not Giving a F*ck”. Penulisnya bernama Mark Manson. Ada penjelasan di buku ini, orang sering terpancing untuk menjadi seorang yang spesial. Menurut Mark, itulah dorongan ego. Padahal paparnya lagi, jauh lebih enak menjadi orang rata-rata.

menjadi biasa saja
“The Subtle Art of Not Giving a F*ck”. Penulisnya bernama Mark Manson. (Lutfiel)

Berikut Alasan Harus Menjadi Biasa Saja

1. Karena kebanyakan dari kita memang biasa-biasa saja, dan itu normal.
Secara statistik, mayoritas manusia akan hidup di level rata-rata. Media sosial dan budaya modernlah yang memuja dan menampilkan pencapaian, akibatnya seseorang akan merasa gagal jika “hanya jadi biasa-biasa saja.”

2. Banyak yang tidak bahagia karena terlalu terobsesi menjadi luar biasa.
Pengejaran terus-menerus untuk menjadi “istimewa tanpa cela” membuat kita sulit untuk merasa cukup. Mudah membandingkan terus-menerus dengan orang lain (yang di media sosial terlihat “lebih sukses”, “lebih tampan”, “lebih kaya”). Ketidakpuasan menciptakan rasa minder yang tidak perlu.

3. Kebermaknaan sering muncul saat kita merasa biasa-biasa saja di mata orang.
Saat kita berhenti memaksakan diri menjadi luar biasa, kita bisa menerima realitas hidup kita dengan jujur, mendalami apa yang benar-benar kita cintai, bukan apa yang terlihat keren, dan melepas standar orang lain dan mulai hidup atas nilai kita sendiri. Kata quote “Kamu sudah jadi seorang yang hebat, tapi ya enggak di semua hal.”

4. Menjadi biasa saja itu otentik.
Obsesi “menjadi hebat” sering berasal dari perasaan tidak cukup berharga. Ketakutan akan kegagalan. Kebutuhan akan validasi eksternal. Saat kita berdamai dengan “kebiasaan” kita, kita mulai bisa hidup dengan tenang dan otentik

5. Menyaring hal yang penting untuk diperjuangkan, dan membuang yang tidak penting.
Fokus saja pada satu dua hal sederhana tapi bermakna, itu bikin hidup terasa lebih sukses dalam definisi pribadi.

Dan begini penutup di bab yang membahas supaya sebaiknya kita menjadi biasa ini :
“Ketika kamu berhenti ingin terlihat luar biasa, kamu mulai melakukan hal-hal yang benar-benar luar biasa.”

Hmm boleh juga. Jadi menarik ya, menjadi biasa saja, atau mungkin bahkan jadi medioker?

Penulis. Lutfiel Hakim – Praktisi Bisnis. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button