
Keuangan, Bericuan.id – Segera setelah penerapan full call auction (FCA) saham beberapa perusahaan terbuka langsung terjun bebas. Kriteria yang di persyaratkan oleh BEI1https://www.idx.co.id/id/peraturan/peraturan-bei adalah saham yang sudah dalam penetapan masuk ke dalam papan pemantauan khusus.
Implementasi sistem Full Call Auction oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak saja membuat beberapa saham tidur (rata-rata harga sahamnya kurang dari Rp 51 dalam enam bulan terakhir di pasar reguler.) atau saham yg rentan terhadap fluktuasi harga saja yang auto masuk ke Papan Pemantauan Khusus, namun juga bahkan menyasar ke saham yang memiliki fundamental bagus namun masuk dalam salah satu kriteria FCA.
Menurut penulis, penetapan kriteria ini sangat aneh karena seperti diketahui pergerakan harga saham di bursa umumnya memang lebih di pengaruhi oleh demand dari investor alias tidak selalu mencerminkan kondisi Fundamental perusahaan.
Jadi meskipun sebuah Perusahaan memiliki kinerja yang bagus namun bila minat investor bukan di sektor tersebut maka bukan tidak mungkin harga sahamnya tidak aktif diperdagangkan.
Penetapan Kriteria FCA ini malah berpotensi memaksa para perusahaan untuk memanipulasi pergerakan harga sahamnya semata untuk menghindari masuk FCA yang berpotensi harga sahamnya akan jatuh hingga level terendah.
Apa Kriteria Saham yang Masuk Dalam Papan Pemantauan Khusus :
- Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp51;
- Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer);
- Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya;
- Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa;
- Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir;
- Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float);
- Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction;
- Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian;
- Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian;
- Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan;
- Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.
Yang jadi sumber keanehan dari peraturan ini adalah sebuah saham bisa masuk ke area FCA walau hanya memenuhi satu kriteria diatas.
Misalnya hanya karena ada penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang
disebabkan oleh aktivitas perdagangan maka sebuah saham langsung dimasukan ke FCA yang berakibat saham tersebut langsung meluncur tajam saat Suspensi dibuka.

Efek FCA Pada Saham BREN
Hal ini terjadi pada saham BREN dimana Akibat suspensi yang terjadi lebih dari sehari, BEI memasukkan BREN ke dalam saham pemantauan khusus. Oleh karena itu, saat ini perdagangannya dilakukan dengan sistem FCA, di mana untuk ARA dan ARB dibatasi 10%. Ini menjadi yang pertama kali, suatu saham dengan kapitalisasi terbesar di bursa saat ini masuk ke dalam perdagangan FCA.
Sejak suspensinya dibuka Rabu tgl 29 Mei 2024, membuat harga saham Prajogo tersebut anjlok dan mencetak ARB selama tiga hari beruntun. Dari harga tertinggi di atas Rp 12.175 per lembar saham hingga kini di harga Rp 8.225 per lembar, BREN sudah kehilangan kapitalisasi pasar lebih dari Rp 400 triliun.
Berkaca dari kasus BREN, maka saham big cap lainnya juga berpotensi bernasib sama jika terkena suspensi lebih dari sehari. BREN sendiri sudah menjadi saham dengan kapitalisasi pasar terjumbo di Indonesia, sehingga pergerakannya tentu mempengaruhi IHSG.
Saat ini ditulis IHSG ditutup di level 6947 atau turun 2.14%. Jelas IHSG sulit untuk bangkit, meski ada beberapa saham big cap yang mungkin menguat dan hanya mampu menahan koreksi IHSG. Jika para investor melihat kasus BREN dapat berdampak pada saham BlueChip lainnya maka akan cukup sulit IHSG bisa bangkit.
Lalu Salahkah Investor kalau berbondong–bondong hengkang dari Bursa Efek Indonesia yang menerapkan peraturan dengan seenaknya.(*)
Sumber Rujukan :
- 1https://www.idx.co.id/id/peraturan/peraturan-bei