BisnisKeuanganOlahraga

Tarif Pajak Olahraga Ancam Dompet Warga, Mau Sehat? Bayar Pajak

Fitness Center, pilates, zumba, padel, hingga jetski kini terancam jadi lebih mahal.

Pajak Olahraga

Keuangan, Bericuan.id – Jakarta kembali dihebohkan dengan sebuah kebijakan baru, tarif pajak olahraga yang sontak menuai protes dari berbagai kalangan. Kali ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi memberlakukan tarif pajak olahraga sebesar 10% terhadap 21 jenis aktivitas fisik yang populer di Ibu Kota.

Bayangkan, mulai dari tempat kebugaran (fitness center), pilates, zumba, padel, hingga jetski yang sering jadi pelarian dari penatnya kota, kini terancam jadi lebih mahal. Sebuah keputusan yang cukup mengejutkan, mengingat semangat menjaga kesehatan seharusnya menjadi prioritas.

Kebijakan ini tak hanya membuat alis mengernyit, tetapi juga memicu gelombang protes dari mereka yang merasakan dampak langsung. Ikhsan, seorang Personal Trainer (PT) dari salah satu tempat kebugaran di kawasan Cirendeu, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

“Karena pusat kebugaran sudah jadi tempat di mana masyarakat menengah menaikkan level kesehatan dan kebugarannya, demi bertahan hidup dan menjaga kewarasannya di tengah kerasnya kota Jakarta,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, Kamis (3/7). Menurutnya, sektor kebugaran yang vital seharusnya bebas dari beban pajak.

Ikhsan bahkan secara blak-blakan menyarankan agar tarif pajak olahraga lebih tepat disasar pada olahraga jenis golf, padel, dan jetski. Alasannya? Para pemain olahraga tersebut umumnya berasal dari golongan menengah atas dengan stabilitas finansial yang lebih baik. Ia juga tak lupa menyentil pemerintah,

“Jangan hanya fokus kepada pajak masyarakat saja, melainkan laksanakan efisiensi anggaran pada tunjangan pejabat lurah, camat, walikota, DPRD, dan aparat negara.” Sebuah kritik pedas yang patut direnungkan.

Senada dengan Ikhsan, Dyah, seorang anggota gym, juga turut menyuarakan keberatannya. Baginya, gym bukan hanya sekadar tempat berolahraga, melainkan juga “healing yang menyehatkan dan positif” dari penatnya pekerjaan di Jakarta.

“Mestinya kalau mau pungutin pajak ya incer dari sektor olahraga kalangan elit dan gedein di sana,” tutur Dyah, mengungkapkan harapan agar pemerintah lebih bijak dalam menentukan sasaran pajak. Ini menunjukkan bahwa olahraga, khususnya di tengah hiruk pikuk Jakarta, telah bertransformasi menjadi sarana terapi dan menjaga kesehatan jiwa raga. Kebijakan tarif pajak olahraga ini jelas akan membebani banyak orang.

Tarif Pajak Olahraga, Ketika Kesehatan Jadi Beban Tambahan

Protes tak berhenti sampai di situ. Mein, seorang pecinta olahraga pilates yang biasa berlatih di Vorme Pilates kawasan Cilandak, juga merasa keberatan dengan kebijakan pajak aktivitas fisik ini.

“Karena kan olahraga itu tujuannya buat kesehatan dan cara orang berbeda-beda untuk olahraga. Sekarang contoh pilates/padel yang lagi di minati. Itu saja sudah mahal, sekarang mau di bebanin pajak lagi. Ya takutnya jadi mengurangi partisipasi dan minat aja sih,” ungkapnya.

Tarif Pajak Olahraga
Car Free Day Jakarta. (TDARunners)

Keraguan Mein sangat beralasan. Selain biaya dasar yang sudah tidak murah, penambahan pajak ini berpotensi membuat masyarakat mengurungkan niat untuk berolahraga, padahal tujuannya untuk menjaga kesehatan.

“Intinya, pemerintah perlu mempertimbangkan dari berbagai faktor sebelum membuat keputusan ini. Apakah memberatkan bagi kebanyakan orang atau tidak,” tegas Mein, menyerukan evaluasi yang lebih komprehensif.

Kisah Ria tak kalah memilukan. Ia mengaku olahraga gym sangat membantunya melepaskan penat dari masalah, bahkan menjadi “terapi pemulihan dirinya pasca menjalani operasi lutut akibat kecelakaan.

” Bayangkan, sebuah kebutuhan untuk pulih dan sehat justru terancam oleh kebijakan pajak kebugaran. “Sangat disayangkan kalau tempat kebugaran dikenakan pajak. Tentunya tempat ini banyak tujuan orang-orang ingin sehat seperti saya dan ingin pulih habis operasi lutut,” tutur Ria.

Kekhawatiran Ria juga merambah pada dampaknya terhadap profesi personal trainer. “Khawatirnya kalau kena pajak, personal trainer yang saya bayar jadi ikut berdampak sih, makin mahal. Please lah kalau bisa kebijakan ini dipertimbangkan lagi,” pintanya, menggambarkan lingkaran efek domino yang bisa ditimbulkan oleh kebijakan pajak layanan olahraga ini.

 Di Balik Angka dan Undang-Undang: Mengulik Dasar Hukum Pajak Kontroversial

Mengapa kebijakan tarif pajak olahraga ini tiba-tiba muncul? Sebelumnya diberitakan, Pemprov DKI Jakarta memang resmi mengenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dengan tarif pajak olahraga sebesar 10% ini. Hal ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024 tentang Olahraga Permainan yang Merupakan Objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu Jasa Kesenian dan Hiburan.

Keputusan krusial ini telah diteken oleh Kepala Bapenda DKI Jakarta, Lusiana Herawati, dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2025 lalu. Pasal II Keputusan Bapenda DKI Jakarta 257/2025 secara tegas menyatakan, “Keputusan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” seperti dikutip Bloomberg Technoz pada Kamis (03/07). Meskipun secara legal sudah sah, implementasinya di lapangan memicu reaksi keras seperti yang telah kita lihat.

Tarif Pajak Olahraga untuk Kesehatan atau Pemasukan?

Kebijakan tarif pajak olahraga ini memicu perdebatan sengit tentang prioritas pemerintah. Di satu sisi, pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik.

Namun, di sisi lain, kesehatan masyarakat adalah aset tak ternilai yang harusnya didorong, bukan malah dibebani. Pertanyaan fundamentalnya adalah: apakah dampak positif dari peningkatan pendapatan pajak sebanding dengan potensi penurunan minat masyarakat untuk berolahraga dan menjaga kesehatan?

Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ini dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, terutama dari masyarakat yang merasakan dampaknya secara langsung. Efisiensi anggaran, pengalihan fokus pajak ke sektor yang lebih tepat, dan prioritas kesehatan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama.

Kebijakan pajak di sektor kebugaran dan olahraga ini tidak hanya berdampak pada angka di dompet, tetapi juga pada kualitas hidup dan kesejahteraan warga Jakarta.

Dikutip dari berbagai sumber. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button