
Institute for Development of Economics and Finance
Keuangan, Bericuan.id – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) baru-baru ini mengungkapkan data yang cukup mengejutkan mengenai kondisi ekonomi kelas menengah di Indonesia.
Dalam laporan mereka berjudul “Macroeconomics Analysis Series Indonesia Economic Outlook Triwulan III-2024,” disebutkan bahwa sekitar 8,5 juta warga kelas menengah di Indonesia telah “turun kasta” menjadi calon kelas menengah dalam rentang waktu lima tahun terakhir, yakni sejak 2018 hingga 2023.
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia ini sangat signifikan, di mana pada tahun 2023, jumlah kelas menengah di Indonesia hanya mencakup sekitar 52 juta jiwa atau sekitar 18,8% dari total populasi.
Data ini menandakan adanya perubahan besar dalam struktur ekonomi Indonesia yang patut menjadi perhatian serius.
Faktor yang Memicu Penurunan Kelas Menengah di Indonesia
Menurut Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), salah satu faktor utama yang menyebabkan banyak warga kelas menengah di Indonesia turun kasta adalah kehabisan tabungan.
Ia menjelaskan bahwa banyak warga kelas menengah terpaksa menghabiskan tabungan mereka untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka.
“Tingkat pendapatan mereka secara relatif tidak mampu menopang tingkat pengeluaran mereka. Jadi peningkatan pendapatan memang naik tetapi pengeluaran mereka jauh lebih besar, akhirnya makan tabungan. Sehingga lama kelamaan nggak kuat, akhirnya turun kelas,” ungkap Tauhid kepada detikcom.
Situasi ini semakin diperparah dengan minimnya lapangan pekerjaan formal di Indonesia. Tauhid mencatat bahwa saat ini, hanya sekitar 40% dari total pekerja kelas menengah yang bekerja di sektor formal, sementara sisanya merupakan pekerja informal.
Padahal, secara umum, upah pekerja formal cenderung lebih stabil dan lebih besar dibandingkan dengan upah pekerja informal.
Kondisi ini menyebabkan penurunan daya beli kelas menengah, di mana pekerja informal, yang biasanya bergantung pada konsumsi dari pekerja formal, kini menghadapi tantangan besar karena menurunnya jumlah konsumen dengan daya beli yang stabil. Hal ini semakin menekan kondisi ekonomi kelas menengah di Indonesia.
Kondisi ekonomi kelas menengah di Indonesia semakin tertekan setelah pandemi COVID-19.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyebut bahwa salah satu penyebab penurunan kelas menengah adalah kurangnya lapangan pekerjaan formal pasca pandemi.
Ia juga menyoroti bahwa meskipun Undang-Undang Cipta Kerja diharapkan dapat menarik investasi padat karya di Indonesia, namun kenyataannya, hal ini belum berhasil meningkatkan daya beli kelas menengah secara signifikan.
“Pasca-pandemi pencarian kerja terutama di sektor formal semakin menyempit. Kalaupun ada ya di sektor informal dengan ketidakpastian yang tinggi, upah yang rendah,” kata Bhima.
Lebih lanjut, Bhima juga menyoroti masalah kenaikan harga pangan yang tidak diiringi dengan kenaikan upah yang memadai. Kenaikan harga pangan ini semakin memperburuk kondisi ekonomi kelas menengah, terutama dalam menghadapi biaya hidup yang semakin tinggi.
Selain itu, suku bunga yang tinggi juga menambah beban finansial kelas menengah, terutama dalam hal cicilan dan pinjaman modal usaha.

Makan Tabungan: Jalan Keluar Sementara yang Berisiko
Ketidakmampuan menutup kebutuhan hidup dengan pendapatan yang ada membuat banyak warga kelas menengah harus mengandalkan tabungan mereka.
Namun, penggunaan tabungan ini hanya bersifat sementara, dan ketika tabungan habis, mereka tidak lagi memiliki penopang finansial yang kuat.
Akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya turun kasta menjadi calon kelas menengah atau bahkan masuk ke kelompok rentan.
“Jadi kan dia pekerjakan susah, harga-harga barang naik, kemudian dia makan tabungan karena gaji nggak cukup. Pada akhirnya dia turun kelas,” jelas Bhima.
Fenomena ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas kelas menengah yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung ekonomi nasional.
Kelas menengah tidak hanya penting dalam hal konsumsi, tetapi juga dalam hal kontribusi pajak dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Untuk mengatasi penurunan kelas menengah ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan formal dan menstabilkan pendapatan warga kelas menengah.
Peningkatan upah minimum yang sebanding dengan kenaikan biaya hidup juga menjadi salah satu langkah penting yang perlu dipertimbangkan.
Selain itu, perlu ada kebijakan yang mendukung sektor formal agar dapat tumbuh lebih cepat, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih stabil.
Pemerintah juga perlu mengendalikan inflasi, terutama pada harga pangan, agar tidak terlalu membebani warga kelas menengah.
Penurunan kelas menengah di Indonesia menjadi tantangan besar bagi stabilitas ekonomi nasional.
Dengan 8,5 juta warga yang turun kasta sejak 2018 hingga 2023, pemerintah perlu mengambil tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi masalah ini.
Jika tidak, penurunan kelas menengah ini bisa berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.(*)