BisnisIndustriInternasional

Reaksi China Saat Uni Eropa Kenakan Tarif Tambahan untuk Mobil Listrik China

Bisnis, Bericuan.id – Tarif tambahan yang dikenakan Uni Eropa terhadap mobil listrik China telah memicu ketegangan dagang antara dua kekuatan ekonomi besar ini.

Kebijakan yang diberlakukan selama lima tahun ini diklaim untuk melindungi industri otomotif Eropa, namun China menilai langkah tersebut sebagai bentuk proteksionisme yang tidak adil dan berencana untuk menggugatnya melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Penyelidikan yang dilakukan Uni Eropa mendapati bahwa subsidi pemerintah China memberikan keuntungan kompetitif yang merugikan produsen otomotif Eropa.

Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa, Valdis Dombrovskis, menyatakan bahwa tarif ini bertujuan untuk menciptakan praktik perdagangan yang adil dan melindungi basis industri Eropa. Mobil listrik China dari perusahaan besar seperti Geely dan SAIC, dikenai tarif tinggi hingga 35,3 persen, sementara merek internasional seperti Tesla, yang memproduksi di China, dikenai tarif sebesar 7,8 persen.

Sebagai respons, juru bicara Kementerian Perdagangan China menyatakan ketidaksetujuan keras atas keputusan ini dan menilai penyelidikan Uni Eropa sebagai tidak logis. China mengajukan keluhan resmi ke WTO dan bersikeras akan melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan dalam negeri mereka.

“China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi hak perusahaan China,” ujar juru bicara tersebut, seperti dilansir dari AFP pada Rabu (30/10/2024).

Langkah Uni Eropa ini mengikuti kegagalan pembicaraan perdagangan antara Brussels dan Beijing, yang berusaha mencapai kesepakatan mengenai praktik perdagangan kendaraan listrik. Terbukti, kendaraan listrik menjadi isu sensitif dalam sengketa perdagangan global saat ini.

Peningkatan Pesat Ekspor Mobil Listrik China ke Eropa

Peningkatan tajam ekspor mobil listrik China ke Eropa turut menjadi salah satu alasan utama pemberlakuan tarif ini. Menurut data Komisi Eropa, pangsa pasar kendaraan listrik China di Eropa melonjak dari 3,9% pada tahun 2020 menjadi 25% pada September 2023.

Kemampuan China dalam menawarkan harga yang kompetitif diduga berkat subsidi besar-besaran yang mencakup tanah murah dan pasokan bahan baku utama, seperti lithium, dengan harga rendah. Dampak harga murah ini dianggap mengancam kelangsungan industri otomotif Uni Eropa.

Penetapan tarif ini menuai pro dan kontra. Beberapa negara Eropa, termasuk Jerman yang menjadi pusat industri otomotif Eropa, mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini justru dapat memperburuk kondisi pasar dan menghambat dialog perdagangan.

Kepala Asosiasi Industri Otomotif Jerman, Hildegard Müller, menyebut kebijakan ini sebagai kemunduran dalam perdagangan global dan mendesak Uni Eropa untuk mengupayakan dialog yang lebih konstruktif.

Pemerintah Eropa pun khawatir bahwa dominasi mobil listrik China dapat mengancam kemampuan produksi teknologi hijau dan bahkan dapat mengancam pekerjaan 2,5 juta pekerja di sektor otomotif.

Perselisihan dagang antara China dan Uni Eropa diperkirakan akan meluas ke sektor-sektor lain, seperti panel surya dan turbin angin. Di sisi lain, China juga telah mulai menyelidiki subsidi yang diberikan Uni Eropa kepada sektor produk susu dan daging babi, yang berpotensi membuka babak baru dalam sengketa dagang internasional.

Keputusan ini pun semakin memperkuat persepsi bahwa tarif tambahan mobil listrik China bukan sekadar kebijakan perdagangan, tetapi juga langkah proteksionis dari Uni Eropa untuk mengatasi tantangan di era transisi menuju kendaraan listrik.

Dengan kebijakan ini, masa depan perdagangan kendaraan listrik tampak akan semakin kompleks, memaksa kedua belah pihak untuk segera mencari titik temu agar menghindari ketegangan lebih lanjut di pasar global. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button